JAKARTA - Sidang Komisi Bahtsul Masail Ad Diniyah Al Waqi
iyah Nahdlatul Ulama (NU) membahas tentang hukuman mati bagi koruptor.
Hukuman mati baru boleh dilakukan setelah perbuatannya dilakukan
berulang-ulang dan hukuman yang diberikan tidak menimbulkan efek jera.
"Seseorang baru bisa dijatuhi hukuman mati jika telah masuk dalam kriteria sudah merusak, tidak bisa diatasi, serta tidak ada jalan keluarnya lagi,"tegas Ketua Bahtsul Masail Ad Diniyah Al Waqi'iyah sekaligus Rois Syuriah PBNU, KH Saifuddin Amsir, di Pesantren Kempek, Minggu (16/9).
Amsir mengingatkan Islam sangat berhati-hati dalam menghilangkan nyawa seseorang. Selama masih ada sesuatu yang samar-samar, nyawa seseorang tidak bisa begitu saja dihilangkan. "Kita tidak bisa begitu saja menghilangkan nyawa seseorang," kata dia. Hal yang sama pun diungkapkan KH Arwani Faishal, Wakil Ketua Bahtsul Masail.
"Boleh dilakukan hukuman mati jika pelaku sudah melakukannya berulang-ulang. Hukuman mati ini untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi karena terus berulang kali melakukan tindakan korupsi," kata Arwani. Karena berulang-ulang, hukuman mati baru bisa dijatuhkan jika seseorang sebelumnya sudah diberi hukuman sebelumnya di pengadilan.
"Jadi memang tidak melihat besar dan kecilnya (korupsi), tetapi dari tindakannya yang berulang-ulang," kata dia. Namun, karena bersifat fatwa, Arwani menjelaskan fatwa itu sifatnya tidak memaksa. Tidak ada satu ormas pun yang bisa memaksakan fatwa kepada pemerintah. "Fatwa ini akan tetap diberikan kepada pemerintah."
Politik Uang
Sementara itu, sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ali Masykur Musa, menjelaskan praktik demokrasi harus disesuaikan dengan budaya dan sejarah politik sebuah negara. Jika tidak, praktik demokrasi itu dapat menyimpang dari tujuan awal bernegara.
"Pragmatisme dalam politik, dalam hal ini praktik politik uang, adalah akibat yang timbul ketika proses demokrasi tidak dibarengi dengan budaya berpolitik yang baik. Oleh karena itu, mari kita berusaha maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Ali Masykur Musa di sela-sela Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Pondok Pesantren Kempek, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (15/9).
Praktik politik uang menjadi salah satu materi yang dibahas. Munas Alim Ulama ini akan mengeluarkan fatwa halal atau haram pada politik uang yang bisa dikemas dengan berbagai cara itu. Ali Masykur Musa menyatakan bahwa hal tersebut bisa saja terjadi, apalagi ada manfaatnya untuk mencegah kemunkaran dari fatwa tersebut.
"Selama fatwa tersebut diniatkan untuk mencegah kemunkaran maka fatwa tersebut adalah hal yang baik," ujar Ali Masykur Musa. Namun, fatwa bukanlah hal yang utama untuk memerangi maraknya praktik politik uang. Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menanggulangi politik uang.
Tetapi yang terpenting adalah meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan politik masyarakat, sehingga yang terjadi dalam proses politik bukan pada transaksi, tetapi orientasi memilih bertumpu pada idealitas dalam memilih pemimpin. Di sisi lain, beberapa instrumen peraturan harus dipertegas. Contohnya, pembatasan belanja iklan dan pemberian sanksi berat terhadap politik uang harus diberlakukan.
"KPU harus berani mendiskualifikasi calon pemimpin yang bermain politik uang," ucap Ali Masykur. Sementara itu, sepulang dari membuka Sail Morotai 2012 di Maluku Utara, Presiden Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Hj Ani Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kerja ke Cirebon, Jawa Barat, Minggu . Salah satu agenda Presiden adalah menghadiri Musyawarah Nasional NU, Senin (17/9), yang dipusatkan di Pondok Pesantren Ma'had Tarbiyatul Mubtadiin, Kempek, Kecamatan Palimanan. Ant/P-4